Senin, 3 Juli 2023 – 18:04 WIB
Jakarta – Kontroversi Rancangan undang-undang (RUU) Kesehatan pada pasal zat adiktif terus berlanjut. Setelah polemik soal potensi penyamaan tembakau dengan narkoba, hal itu masih ditambah dengan Pasal 156 dalam RUU tersebut yang mengatur tentang standarisasi kemasan produk tembakau.
Baca Juga :
Aliansi Umat Islam di Sulawesi Selatan Dukung Bila MUI Keluarkan Fatwa Sesat Ponpes Al-Zaytun
Pasal tersebut menyebutkan bahwa kedepannya, Menteri Kesehatan lewat aturannya akan menjadi pihak yang berwenang, untuk menentukan jumlah batang dalam kemasan rokok, bentuk, serta tampilan kemasan.
Menanggapi hal tersebut, Sekjen Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Hananto Wibisono mengatakan, dengan Kemenkes sebagai pengusul RUU Kesehatan, aturan standarisasi kemasan akan membuka jalan bagi kementerian tersebut untuk memperluas kewenangannya.
Baca Juga :
Bea Cukai Kenalkan Ketentuan Cukai dan Rokok Ilegal di Jawa Barat
“Termasuk dalam mendorong usulan perluasan gambar peringatan pada kemasan rokok,” kata Hananto dalam keterangannya, Senin, 3 Juli 2023.
Jika RUU ini resmi disahkan, Hananto meyakini hal itu akan berdampak panjang pada seluruh elemen ekosistem pertembakauan. “Masa depan ekosistem tembakau pun sudah tentu akan hilang dengan cepat secara legal,” ujarnya
Baca Juga :
Isu Krusial RUU Kesehatan, Yahya DPR: Perlu Pemisahan Tembakau dengan Narkotika
Rak rokok di minimarket (foto ilustrasi)
Hananto menegaskan, ekosistem tembakau juga bukanlah pihak yang anti aturan, bahkan sektor ini sangat patuh terhadap regulasi. Tidak hanya itu, tembakau terus berkontribusi terhadap penerimaan negara, dengan rerata 10-13 persen dari porsi APBN selama lima tahun terakhir.
Halaman Selanjutnya
Dengan adanya aturan ini pun, Hananto mempertanyakan sikap pemerintah yang seperti menafikan sumbangsih tembakau terhadap perekonomian masyarakat, penyerapan jutaan tenaga kerja, dan timbal balik terhadap kesehatan melalui Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT).