Kamis, 6 Juli 2023 – 17:35 WIB
Jakarta – Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menolak secara tegas rekomendasi Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) yang meminta Indonesia mempertimbangkan penghapusan secara bertahap larangan ekspor bijih nikel dan meninjau ulang program hilirisasi.
Baca Juga :
Sasar UMKM, Bea Cukai Gelar Kelas Ekspor di Jawa Barat
Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Anggawira mendukung langkah tegas Menteri Bahlil yang tidak akan mengikuti saran IMF dan melanjutkan kebijakan yang sudah berjalan, sebab pelarangan ekspor bahan mentah bertujuan untuk penguatan industri dalam negeri melalui program hilirisasi.
“Kami dari asosiasi mendukung sepenuhnya langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah untuk men-stop (ekspor) raw material (bahan baku) dalam rangka penguatan industri dalam negeri,” ujar Anggawira, Kamis, 6 Juli 2023.
Baca Juga :
Tiga Makna Penting Soal SBY, Utang Indonesia, dan IMF
Menurut Anggawira kebijakan tersebut sudah tepat, fokus pemerintah menggalakkan program hilirisasi untuk memajukan Indonesia dan terbukti telah menciptakan nilai tambah serta membuka lapangan kerja bagi masyarakat.
Baca Juga :
IMF Kritik Larangan Ekspor Bijih Nikel RI, Ekonom: Sudah Terlambat
Tercatat ekspor nikel tahun 2017-2018 hanya US$ 3,3 miliar, namun begitu kebijakan hilirisasi dan larangan ekspor nikel diberlakukan pemerintah sejak 2020 lalu telah berhasil menguntungkan hingga US$ 30 miliar atau setara Rp 450 triliun.
“Proses hilirisasi kita anggap itu akan memberikan nilai tambah dan bisa membuka lapangan pekerjaan di kita. Karena bonus demografi kita banyak tenaga kerja produktif jadi harus didorong,” ucapnya.
Halaman Selanjutnya
“Walaupun memang banyak tantangan dari sisi investasi dan juga tentunya tantangan dari sisi pendapatan negara tapi terbukti dalam 2 tahun terakhir peningkatan nilai tambah itu berbanding lurus dengan income pemerintah,” sambung Anggawira.